RABIES
Rabies
atau biasa disebut penyakit anjing gila adalah penyakit hewan yang disebabkan
oleh virus, bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat hewan berdarah
panas dan manusia. Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut
dapat menular dari hewan ke manusia dan menyebabkan kematian pada manusia.
A. Penyebab
Rabies
disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus
Lysavirus. Karakteristik utama virus keluarga Rhabdoviridae
adalah hanya memiliki satu utas negatif RNA yang tidak bersegmen. Virus rabies hidup
pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Spesies
hewan perantara bervariasi pada berbagai letak geografis, misalnya untuk daerah
Asia, anjing, kucing, kera dan kelelawar menjadi penyebar rabies.
B. Cara Penularan
Penyakit rabies ditularkan dari hewan ke hewa atau dari hewan ke manusia melalui :
- Melalui gigitan dan non gigitan, kontak dengan bahan mengandung virus rabies pada kulit lecet atau mukosa.
- Melalui cakaran oleh kuku hewan penular rabies dapat berbahaya karena binatang menjilati kuku-kukunya.
- Melalui Saliva yang ditempatkan pada permukaan mukosa.
- Ekskreta kelelawar yang mengandung virus rabies cukup untuk menimbulkan bahaya rabies pada mereka yang masuk gua yang terinfeksi dan menghirup aerosol yang diciptakan oleh kelelawar.
- Penularan dari orang ke orang secara teoritis mungkin tetapi kurang terdokumentasi dan jarang terjadi.
C. Gejala Klinis Rabies
Pada Hewan
Gejala
rabies pada hewan dari spesies satu ke spesies lainnya dapat sedikit berbeda,
namun umumnya pada hewan terbagi dalam tiga tahap (stadium) yaitu :
1. Stadium Prodromal
Stadium
prodromal merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat berlangsung antara
2-3 hari. Pada tahap ini akan terlihat adanya perubahan temperamen yang masih
ringan pada hewan, yaitu:
- Hewan mulai mencari tempat-tempat yang dingin/gelap.
- Suka menyendiri.
- Reflek kornea berkurang.
- Pupil melebar dan hewan terlihat acuh terhadap tuannya.
- Hewan menjadi sangat perasa dan agresif.
- Mudah terkejut dan cepat berontak bila ada provokasi.
- Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai diikuti oleh kenaikan suhu badan.
2. Stadium Eksitasi
Stadium
eksitasi dapat berlangsung
lebih lama daripada stadium prodromal,
yaitu 3-7 hari, dengan tanda-tanda :
- Hewan mulai garang.
- Menyerang hewan lain ataupun manusia yang dijumpai dan hipersalivasi.
- Dalam keadaan tidak ada provokasi hewan menjadi murung terkesan lelah dan selalu tampak seperti ketakutan.
- Hewan mengalami fotopobi atau takut melihat sinar, sehingga bila ada cahaya hewan akan bereaksi secara berlebihan dan tampak ketakutan.
3. Stadium Paralisis
Tahap
paralisis ini dapat
berlangsung secara singkat, sehingga sulit untuk dikenali atau bahkan tidak
terjadi dan langsung berlanjut pada kematian. Pada tahap ini hewan mengalami
kesulitan menelan, keluar busa sekitar mulut, suara parau, sempoyongan,
akhirnya lumpuh dan mati.
D. Rabies Pada Anjing
1. Rabies Ganas
- Tidak mengenali/menuruti lagi perintah pemilik.
- Keluar air liur yang berlebihan.
- Anjing menjadi ganas, menyerang atau menggit apa saja yang ditemui dan ekor dilekungkan kebawah perut diantara kedua pahanya.
- Kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari sejak timbul atau paling lama 12 hari setelah penggigitan.
2. Rabies Tenang
- Suka bersembunyi di tempat gelap dan sejuk.
- Kejang-kejang berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat.
- Mengalami kelumpuhan dan tidak mampu menelan, mulut terbuka serta air liur keluar berlebihan.
- Kematian terjadi dalam waktu singkat.
E. Rabies Pada Manusia
Gejala
klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium.
1. Stadium Prodromal
Gejala
awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah
perasaan
gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan,
kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari.
2. Stadium Sensoris
Penderita
merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian
disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan
sensoris.
3. Stadium Eksitasi
- Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang. Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan.
- Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi, dan selalu ketakutan.
- Tubuh gemetar atau kaku kejang.
4. Stadium Paralis
- Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi.
- Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.
F. Pola Penyebaran Rabies
Penularan
rabies di lapangan berawal dari suatu kondisi anjing yang tidak dipelihara
dengan baik atau anjing liar yang merupakan ciri khas yang ada di perdesaan
yang berkembang dan sulit dikendalikan. Suatu kondisi yang sangat kondusif
untuk menjadikan suatu daerah dapat bertahan menjadi daerah endemis. Secara
alami yang sering terjadi pola penyebaran rabies. Pada umumnya manusia
merupakan ”dead end” atau terminal akhir dari korban gigitan. Karena
sampai saat ini belum ada kasus manusia menggigit anjing. Baik anjing liar,
anjing peliharaan yang menjadi liar maupun anjing peliharaan, setiap saat dapat
menggigit manusia. Sementara itu anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi
liar dapat menggigit satu sama lain. Kalau salah satu diantara anjing yang
menggigit tersebut positif rabies, maka akan terjadi kasus-kasus positif rabies
yang semakin tinggi.
G. Pencegaha Dan Pengendalian Rabies
1. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
- Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.
- Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa izin ke daerah bebas rabies.
- Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies kedaerahdaerah bebas rabies.
- Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70% populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.
- Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing, kucing yang telah divaksinasi.
- Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak bertuan dengan jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.
- Anjing peliharaan, tidak boleh dibiarkan lepas berkeliaran, harus didaftarkan ke Kantor Kepala Desa/Kelurahan atau Petugas Dinas Peternakan setempat.
- Anjing harus diikat dengan rantai yang panjangnya tidak boleh lebih dari 2 meter.
- Anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai tidak lebih dari 2 meter dan moncongnya harus menggunakan berangus (beronsong).
- Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita rabies, selama 10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama observasi atau yang dibunuh, maka harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk diagnosa.
- Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.
- Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies sekurang-kurangnya 1 meter.
b. Pencegahan Sekunder
Pertolongan
pertama yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko tertularnya rabies
adalah :
- Mencuci luka gigitan dengan sabun atau dengan deterjen selama 5-10 menit dibawah air mengalir/diguyur.
- Kemudian luka diberi alkohol 70% atau Yodium tincture.
- Setelah itu pergi secepatnya ke Puskesmas atau Dokter yang terdekat untuk mendapatkan pengobatan sementara sambil menunggu hasil dari rumah observasi hewan.
Resiko
yang dihadapi oleh orang yang mengidap rabies sangat besar oleh karena itu,
setiap orang yang digigit oleh hewan tersangka rabies atau digigit oleh anjing di daerah
endemic rabies harus sedini mungkin mendapat pertolongan setelah terjadinya
gigitan sampai dapat dibuktikan bahwa tidak benar adanya infeksi rabies.
c. Pencegahan Tersier
Tujuan
dari tiga tahapan pencegahan adalah membatasi atau menghalangi perkembangan
ketidakmampuan, kondisi, atau gangguan sehingga tidak berkembang ke tahap
lanjut yang membutuhkan perawatan intensif yang mencakup pembatasan terhadap
ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi. Apabila hewan yang dimaksud
ternyata menderita rabies berdasarkan pemeriksaan klinis atau laboratorium dari
Dinas Perternakan, maka orang yang digigit atau dijilat tersebut harus segera mendapatkan
pengobatan khusus (Pasteur Treatment) di Unit Kesehatan yang mempunyai
fasilitas pengobatan Anti Rabies dengan lengkap.
2. Pengendalian
Untuk
mencegah terjadinya penularan rabies, maka anjing, kucing, atau kera dapat
diberi vaksin inaktif atau yang dilemahkan (attenuated). Untuk
memperoleh kualitas
vaksin yang efektif dan efisien, ada beberapa persyaratan yang harus dipenui,
baik vaksin yang digunakan bagi hewan maupun bagi manusia, yakni :
- Vaksin harus dijamin aman dalam pemakaian.
- Vaksin harus memiliki potensi daya lindung yang tinggi.
- Vaksin harus mampu memberikan perlindungan kekebalan yang lama.
- Vaksin arus mudah dalam cara aplikasinya.
- Vaksin harus stabil dan menghasilkan waktu kadaluwarsa yang lama.
- Vaksin harus selalu tersedia dan mudah didapat sewaktu-waktu dibutuhkan.
REFERENCE
Center Of
Desease Control and Preventation, RABIES,
diakses pada tanggal 20 Maret 2013, http://www.cdc.gov/rabies/transmission/index.html
Universitas
Sumatra Utara, 2006. PENYAKIT RABIES, diakses pada tanggal 20 Maret 2013, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16929/4/Chapter%20II.pdf
Gambar 1 : http://tedjho.wordpress.com
Gambar 2 : http://pathmicro.med.sc.edu/virol/route.jpg
Gambar 1 : http://tedjho.wordpress.com
Gambar 2 : http://pathmicro.med.sc.edu/virol/route.jpg