11 June 2013

Metode Evaluasi Penyuluhan Post-Then-Pre

Post-Then-Pre Evaluation

            Bagaimana cara sederhana dan mudah melakukan evaluasi namun hasilnya handal dan valid untuk mengukur dampak penyuluhan? Pertanyaan ini sering ditanyakan oleh para penyuluh. Metode “post-then-pre evaluation” merupakan satu metode evaluasi yang ditawarkan sebagai salah satu solusi untuk mendokumentasikan perubahan prilaku sasaran penyuluhan. Pengembangan instrumen, pengumpulan data dan analisis data relatif mudah dilaksanakan. Dalam menunjukan dampak program dapat memberikan hasil yang kredibel meskipun dalam proses “post-then-pre evaluation” tampaknya tidak lazim karena dilakukan secara terbalik.

Masalah Pada Pendekatan Biasa Pre test & Post Test

            Dalam penyuluhan, pendekatan khas evaluasi pretest-posttest telah lazim digunakan untuk menilai perubahan perilaku. Namun, dalam beberapa jenis laporan evaluasi penyuluhan, perbandingan hasil penilaian pretest-posttest dampak penyuluhan sesuai tujuan instruksional sering tidak akurat. Hal ini terjadi karena peserta memiliki pengetahuan terbatas pada awal program penyuluhan sehingga mereka tidak dapat memberikan jawaban yang tepat terhadap pertanyaan mengenai perilaku dasar mereka. Pada akhir program, pemahaman baru mereka terhadap isi program mungkin berdampak terhadap respons mereka pada penilaian sendiri. Jika pretest digunakan pada awal program, peserta tidak memiliki cara untuk memperbaiki jawaban pada akhir program jika mereka membuat penilaian tidak akurat pada pretest sebelumnya.
            Masalahnya kemudian adalah bahwa pada pretest yang diberikan pada awal program penyuluhan mungkin tidak valid karena peserta memiliki pengetahuan yang terbatas dalam memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang ditanyakan pada pretest. Sebagai contoh S. Kay Rockwell (2013) memberikan contoh pertanyaan pretest berikut ini : "Apakah anda memasukan salah satu makanan kaya vitamin C dalam diet Anda sehari-hari?" Untuk menjawab pertanyaan seperti ini secara tepat, harusnya responden memiliki pengetahuan akan makanan apa saja yang kaya akan kandungan vitamin C. Bagi peserta yang tidak tau makanan apa saja yang mengandung vitamin C, mungkin mengira bahwa makanan yang selama ini di makan sehari-hari mengandung vitamin C, jadi mungkin saja akan memilih alternatif jawaban “Sering” pada pretest.
            Sekarang anggaplah peserta telah meningkatkan asupan vitamin C dalam diet sehari-hari mereka sebagai hasil dari program penyuluhan. Pada posttes yang bertujuan untuk mengukur perubahan perilaku peserta melaporkan tingkat asupan vitamin C yang sama seperti yang dilaporkan pada pretest yaitu “Sering”. Pada tingkat posttest sudah tepat, akan tetapi masalahnya adalah jawaban pada pretest yang menyatakan “Sering” hanya atas dasar asumsi tanpa mengetahui jenis makanan yang mengandung vitamin C (karena kurangnya pengetahuan peserta), maka hasil yang akan muncul dalam evaluasi penyuluhan adalah tidak terjadi perubahan prilaku peserta antara pretest dan posttest. Hasil evaluasi yang demikian membuat program penyuluhan tampaknya tidak berpengaruh pada perubahan perilaku, padahal dalam kenyataannya, program ini secara signifikan telah meningkatkan asupan vitamin C dalam diet sehari-hari mereka.

Mengoreksi Masalah Pre-Posttes

            Dengan desain posttest kemudian pretest (Post-then-pretest) akan memperbaiki masalah ini. Masalahnya ditangani dengan cara tidak memberikan pretest pada awal program penyuluhan. Namun kemudian, pada akhir program, peserta menjawab dua pertanyaan sekaligus. Pertanyaan pertama tentang perilaku sebagai hasil dari program penyuluhan. Ini adalah bentuk pertanyaan posttest. Kemudian peserta juga diminta untuk memberi pernyataan apa perilaku mereka sebelum program penyuluhan. Pertanyaan kedua ini bentuk pertanyaan pretest, tetapi pertanyaan itu ditanyakan setelah program penyuluhan ketika peserta memiliki pengetahuan yang cukup untuk menjawab pertanyaan. Itulah sebabnya maka pendekatan ini disebut “posttest kemudian pretest” (Post-then-pretest).
            Contoh 1 menggambarkan kedua pendekatan tradisional pre-than-post untuk contoh vitamin C dan pendekatan post-than-pre. Pada contoh pre-than-post, peserta memberikan pernyataan yang salah dengan menjawab "sering" mengonsumsi makanan yang kaya vitamin C pada pretest ketika jawaban yang akurat seharusnya "jarang." Jawaban posttest valid "sering." Dengan pendekatan pre-than-post, Contoh 1 menunjukkan tidak ada perubahan perilaku. Akan tetapi, dengan pendekatan post-than-pre, perubahan perilaku dapat ditunjukkan karena tanggapan pada pretest adalah "jarang" dan tanggapan pada posttest adalah "sering."
Tabel 1. Contoh Perbandingan Score Evaluasi “Pre-Post” dan “Post-then-Pre”
Hasil evaluasi “Tingkat asupan Vitamin C dalam makanan” dengan metode “pre-post” dan metode “post-then-pre”:
Pre-post :
o   Pre score= Sering (4)
o   Post score= Sering (4)
Post-than-pre :
o   Post score= Sering (4)
o   Retrospective pre score (then)= Jarang (2)

 
Tabel 2. Contoh Instrumen EvaluasiPost-then-Pre”
Contoh sederhana instrumen metode evaluasi “post-then-pre”:
1 : Hampir tidak pernah, 2 : Jarang, 3 : Kadang-kadang, 4 : Sering, 5 : Hampir selalu

Pernyataan
Sebelum Program
Setelah Program
Menggunakan informasi dari label nutrisi
1   2   3   4   5
1   2   3   4   5
Menyisakan makanan di piring jika itu melebihi kebutuhan saya

1   2   3   4   5

1   2   3   4   5
Menyertakan jenis makanan yang kaya vitamin C dalam diet sehari-hari

1   2   3   4   5

1   2   3   4   5

 
           
Dengan pendekatan “post-then-pre evaluation” memungkinkan untuk mengukur perubahan pengetahuan sasaran dengan menilai perubahan pengetahuan setelah mengikuti program penyuluhan (posttest), dan kemudian menilai bagaimana mereka melihat perilaku yang sama sebelum mengikuti program penyuluhan (pretest). Retrospektif pretest pada akhir dari program penyuluhan akan lebih akurat karena itu dijawab dalam frame referensi yang sama sebagai posttest. Dengan demikian, maka masalah apa yang disebut "response-shift bias" dalam penilaian pribadi, pada desain evaluasi pretest-posttest dapat diminimalisir.
           

Kesimpulan
 
            Menggunakan desain “post-then-pre evaluation” untuk mengidentifikasi perubahan perilaku sasaran dapat memberikan bukti yang cukup substansial mengenai dampak dari sebuah program. Meskipun contoh yang digunakan di sini tentang penyuluhan gizi, namun metodologi dapat disesuaikan dan mudah diaplikasikan untuk program penyuluhan yang lainnya. Menggunakan desain “post-then-pre evaluation” akan sangat membantu para penyuluh pertanian untuk mengetahui bagaimana efek perubahan yang terjadi sebagai akibat adanya program penyuluhan pertanian dalam kehidupan masyarakat tani.

Sumber : Disadur dari : S. Kay Rockwell & Harriet Kohn, 2013 "Post-Then-Pre Evaluation"