I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum sarana dan prasarana penyuluhan pertanian adalah
merupakan seperangkat alat yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan baik alat
tersebut sebagai peralatan pembantu maupun peralatan utama, yang keduanya
berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan penyuluhan. Sedang menurut Permentan
Nomor 51 Tahun 2009 bahwa sarana
dan prasarana penyuluhan pertanian adalah peralatan dan bangunan fisik yang
digunakan untuk mendukung penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
Dalam
rangka
penyelenggaraan penyuluhan yang efektif dan efisien, ketersediaan sarana prasarana
penyuluhan yang memadai baik jenis maupun jumlahnya sangat dibutuhkan. Dalam UU
Nomor 16 Tahun 2006 pasal 31 ayat 1, bahwa untuk meningkatkan kapasitas
kelembagaan penyuluhan dan kinerja penyuluh, diperlukan sarana dan prasarana
yang memadai agar penyuluhan dapat diselenggarakan dengan efektif dan efisien.
Margono
Slamet,
2001 (http://repository.ipb.ac.id) bahwa salah satu faktor penting yang
mempengaruhi tingkat kinerja seorang penyuluh adalah sejauh mana kegiatan
penyuluhan yang dijalankannya ditunjang dengan ketersediaan sarana/prasarana
yang memadai.
Ketidak
tersediaannya sarana prasarana penyuluhan akan berdampak pada tidak efektif dan
tidak efisiennya penyelenggaraan penyuluhan, lebih parahnya lagi dapat menjadi
masalah serius bagi penyuluh. Merujuk pada pendapat van den Ban dan Hawkins
(1999) bahwa ketidak tersedianya sarana penunjang untuk kegiatan penyuluhan
menimbulkan masalah bagi seorang penyuluh yang kehilangan kepercayaan dari
petani karena dianggap tidak mampu menyediakan sarana yang mereka butuhkan. Sebagai
seorang penyuluh yang mempertaruhkan kepercayaan dalam tugasnya tidak ada lagi hal
paling buruk selain kehilangan kepercayaan dari petani.
Terkait
pentingnya ketersediaan sarana prasarana penyuluhan dalam UU Nomor 16 Tahun
2006 pasal 31 ayat 1 - 4 telah diatur ketentuan tentang sarana prasarana
penyuluhan pertanian, yang ditindak lanjuti dengan Peraturan Mentri Pertanian Nomor
: 51/Permentan/OT.140/12/2009 Tentang Pedoman Standar Minimal dan Pemanfaatan
Sarana Prasarana Penyuluhan Pertanian. Tujuan disusunnya pedoman standar minimal
dan pemanfaatan sarana prasarana penyuluhan pertanian dalam peraturan mentri tersebut
adalah untuk :
1. Memenuhi kebutuhan minimal sarana
dan prasarana penyuluhan pertanian;
2. Mengoptimalkan pemanfaatan sarana
dan prasarana penyuluhan pertanian.
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) merupakan kelembagaan
penyuluhan pemerintah pada tingkat kecamatan. Dalam lampiran Peraturan
Mentri Pertanian Nomor : 51/Permentan/OT.140/12/2009 dinyatakan
bahwa standar minimal sarana dan prasarana
penyuluhan kecamatan meliputi : pusat Informasi, peralatan administrasi, alat transportasi
kendaraan operasional roda dua, Buku dan Hasil Publikasi, Mebeulair, ruangan, rumah dinas,
sarana/prasarana pendukung/lingkungan, sumber air bersih, penerangan, jalan
lingkungan, pagar halaman, lahan percontohan.
Seyogyanya
sesuai tujuan disusunnya pedoman standar minimal dan pemanfaatan
sarana prasarana penyuluhan pertanian dalam peraturan mentri tersebut, saat ini telah terjadi
peningkatan pemenuhan kebutuhan standar sarana prasarana penyuluhan pertanian
disemua tingkatan kelembagaan penyelenggara penyuluhan, termasuk tingkat
kecamatan. Namun tidak demikian halnya dengan ketersediaan sarana dan prasarana
di BPPK Mungkid. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan
pada awal pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) II, teridentifikasi adanya masalah kekurangan sarana prasarana
penyuluhan pertanian di BPPK Mungkid.
Untuk
megetahui sejauh mana kesenjangan antara sarana dan prasarana penyuluhan yang
dimiliki oleh BPPK Mungkid dengan standar minimal sarana dan prasarana
penyuluhan kecamatan sesuai Permentan Nomor 51 Tahun 2009,
maka dianggap perlu melaksanakan Evaluasi Pemenuhan Standar Minimal Sarana
Prasarana Penyuluhan Pertanian di BPPK Mungkid.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka pertanyaan yang
perlu dijawab dalam penelitian ini adalah sejauh mana pemenuhan standar minimal
sarana dan prasarana penyuluhan di BPPK Mungkid sesuai standar minimal sarana dan prasarana penyuluhan kecamatan
(Permentan Nomor 51 Tahun 2009). Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, maka
perlu terlebih dahulu menjawab pertanyaan yang lebih sempit tentang :
1. Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana
penyuluhan yang dimiliki BPPK
Mungkid, sesuai dimensi standar minimal
sarana dan prasarana penyuluhan kecamatan?
2. Bagaimana
kondisi sarana prasarana penyuluhan yang dimiliki BPPK Mungkid?
C. Tujuan Evaluasi
1.
Tujuan
Umum
a. Melaksanakan
kegiatan materi PKL II STPP Magelang Jurusan Penyuluhan Peternakan, yaitu
materi point 11 Melakukan Evaluasi
Penyuluhan Pertanian Tingkat Kecamatan;
b. Mengetahui
sejauh mana pemenuhan standar minimal sarana dan prasarana penyuluhan di BPPK
Mungkid sesuai standar minimal sarana
dan prasarana penyuluhan kecamatan (Permentan Nomor 51 Tahun 2009).
2.
Tujuan Khusus
a. Mengetahui ketersediaan sarana dan prasarana
penyuluhan yang dimiliki BPPK
Mungkid, sesuai dimensi standar minimal
sarana dan prasarana penyuluhan kecamatan;
b. Mengetahui
kondisi sarana prasarana penyuluhan yang dimiliki BPPK Mungkid.
B.
Manfaat Evaluasi
Dengan
dilaksanakannya evaluasi sarana dan sarana penyuluhan ini diharapkan memberikan
manfaat :
1. Bagi mahasiswa : memperoleh
kesempatan berlatih melakukan tugas kerja penyuluhan dalam hal melaksanakan
evaluasi sarana dan prasarana penyuluhan pertanian.
2. Bagi BPPK Mungkid : diperolehnya data sejauhmana kesenjangan antara sarana dan
prasarana penyuluhan yang dimiliki oleh BPPK Mungkid dengan standar minimal
sarana dan prasarana penyuluhan kecamatan sesuai Permentan Nomor
51 Tahun 2009.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Evaluasi
1. Pengertian Evaluasi
Istilah
evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini
adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran, Echols dan
Shadily, 2000 (http://repository.usu.ac.id). Sedangkan menurut pengertian
istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan
sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan
tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan, Yunanda , 2009
(http://repository.usu.ac.id).
Pemahaman
mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian
evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi. Menurut Soedijanto (1996), dalam
Modul Diklat Penyuluh Pertanian Kementrian Pertanian, menyatakan:
evaluasi adalah sebuah proses yang terdiri dari urutan rangkaian kegiatan
mengukur dan menilai. Terkait pengertian evaluasi
sebagai mengukur dan menilai, keduanya memiliki saling keterkaitan, mengukur
pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran atau
kriteria tertentu. Sedangkan menilai itu mengandung arti, mengambil keputusan
terhadap sesuatu yang berdasarkan pada ukuran baik atau buruk, sehat atau
sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Arikunto, 2009 (http://repository.usu.ac.id) bahwa mengukur
adalah ,membandingkan sesuatu dengan satu ukuran (bersifat kuantitatif),
menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik
buruk (bersifat kualitatif), dan evaluasi meliputi kedua langkah tersebut di
atas.
Pendapat
lain mengenai evaluasi disampaikan oleh Ahmad, 2007
(http://repository.usu.ac.id) bahwa evaluasi
diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (ketentuan,
kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, obyek,dll.) berdasarkan
kriteria tertentu melalui penilaian. Untuk
menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan kriteria, evaluator
dapat langsung membandingkan dengan kriteria namun dapat pula melakukan
pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian baru membandingkannya
dengan kriteria. Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui proses mengukur
baru melakukan proses menilai tetapi dapat pula evaluasi langsung melalui
penilaian saja.
Dari
berbagai pengertian evaluasi yang telah dikemukakan para ahli diatas dapat
ditarik benang merah tentang evaluasi yakni evaluasi merupakan sebuah proses mengukur
dan menilai ketentuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, obyek,
dan lain-lain berdasarkan kriteria tertentu. Hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan Djaali dan Pudji, 2008 (http://repository.usu.ac.id) bahwa evaluasi
dapat juga diartikan sebagai proses
menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan
yang selanjutnya diikuti dengan
pengambilan keputusan atas obyek yang dievaluasi.
2. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Setiap
kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan, demikian juga dengan
evaluasi. Menurut Arikunto, 2002 (http://digilib.unila.ac.id) ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan,
sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen.
Menurut
Crawford, 2000 (http://repository.usu.ac.id) tujuan dan atau fungsi evaluasi
adalah :
a.
Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan telah tercapai dalam
kegiatan.
b.
Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap
prilaku hasil.
c.
Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan.
d.
Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang
dilakukan.
Pada
dasarnya tujuan akhir evaluasi adalah untuk memberikan bahan-bahan pertimbangan
untuk menentukan/membuat kebijakan tertentu, yang diawali dengan suatu proses
pengumpulan data yang sistematis.
B. Sarana Prasarana Penyuluhan
Pertanian
1. Pengertian Sarana Prasarana
Penyuluhan Pertanian
Sarana adalah segala sesuatu yang
dipakai sebagai alat dalam mencapai tujuan. Prasarana adalah
segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya
suatu proses (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sesuai pegertian tersebut maka
dapat dikatakan bahwa sarana prasarana penyuluhan pertanian adalah segala
sesuatu yang dipakai sebagai alat utama dan alat penunjang
dalam proses peneyelenggaraan penyuluhan, hal ini senada dengan pengertian
sarana prasarana penyuluhan pertanian dalam Permentan Nomor 51 Tahun 2009 bahwa
sarana prasarana penyuluhan pertanian adalah peralatan dan bagunan fisik yang
digunakan untuk melakukan penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
2. Fungsi Sarana Prasarana
Menurut Moenir, 2012 (http://id.shvoong.com) sarana dan
prasarana pada dasarnya memiliki fungsi utama sebagai berikut :
a.
Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan
sehingga dapat menghemat waktu;
b.
Meningkatkan produktivitas, baik barang
dan jasa;
c.
Hasil kerja lebih berkualitas dan
terjamin.
d.
Lebih memudahkan/sederhana dalam gerak
para pengguna/pelaku.
e.
Ketepatan susunan stabilitas pekerja
lebih terjamin.
f.
Menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang
yang berkepentingan.
g.
Menimbulkan rasa puas pada orang-orang
yang berkepentingan yang mempergunakannya.
3. Ketersediaan Sarana Prasarana
Ketersediaan adalah
kesiapan suatu sarana (tenaga, barang, modal, anggaran) untuk dapat digunakan
atau dioperasikan diwaktu yang telah ditentukan
(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Jadi dapat dikatakan bahwa ketersediaan
sarana prasarana penyuluhan adalah kesiapan peralatan
dan bagunan fisik yang digunakan untuk melakukan penyelenggaraan penyuluhan
pertanian.
4. Kondisi Sarana Prasarana
Kondisi
menurut kamus besar bahasa indonesia adalah keadaan baik atau lancar dan
rusaknya (barang). Dengan demikian kondisi sarana prasarana penyuluhan dapat
diartikan keadaan baik atau rusaknya peralatan dan bagunan fisik yang digunakan
untuk melakukan penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
5. Pemenuhan Sarana Prasarana
Penyuluhan Pertanian
Menurut kamus besar bahasa indonesia pemenuhan adalah
proses, cara, perbuatan memenuhi. Sesuai pengertian pengertian sarana prasarana
penyuluhan pertanian dalam Permentan Nomor 51 Tahun 2009 bahwa sarana prasarana
penyuluhan pertanian adalah peralatan dan bagunan fisik yang digunakan untuk
melakukan penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
Berdasarkan kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa pemenuhan sarana prasarana penyuluhan pertanian adalah proses memenuhi
peralatan dan bagunan fisik yang digunakan untuk melakukan penyelenggaraan
penyuluhan pertanian.
C.
Standar
Minimal Sarana Prasarana Penyuluhan Kecamatan
Secara umum standar minimal sarana prasarana adalah ukuran terkecil atau terendah dari kebutuhan sarana
prasarana yang harus dipenuhi kepada pengguna agar kegiatan dapat terselenggara
secara efektiv dan efisien. Sedang pengertian standarisasi menurut Permentan Nomor
51 Tahun 2009 adalah
cara baku yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan. Lebih
lanjut dalam Permentan Nomor 51 Tahun 2009 dinyatakan bahwa standar minimal sarana dan prasarana
penyuluhan kecamatan adalah :
1.
Sarana :
a. Pusat informasi :
(1) Perlengkapan komputer + Modem + LAN (local areal
network); (2) Display; (3) Kamera digital;
(4) Handycam; (5) Telepon + Mesin fax;
b. Alat bantu penyuluhan :
(1) Overhead projector; (2) LCD projector;
(3) Sound system (wireless, megaphone, mic); (d) TV,
VCD/DVD, tape recorder; (4) Whiteboard/panelboard;
c. Peralatan administrasi :
(1) Komputer + printer + power supply;
(2) Mesin tik; (3) Kalkulator; (4) Brankas;
(4) Rak buku;
d. Alat Transportasi kendaraan
operasional roda dua;
e. Buku dan hasil publikasi;
f. Mebeulair : (1) Meja + kursi kerja; (2) Meja +
kursi rapat; (3) Meja + kursi pelatihan; (4) Meja + kursi
perpustakaan; (5) Meja + kursi makan; (6) Rak buku
perpustakaan; (7) Lemari buku + Arsip; (8) Peralatan
makan/minum; (9) Peralatan dapur.
2.
Prasarana
a.
Kebutuhan
ruangan : (1) Pimpinan; (2) Administrasi/TU; (3) Kelompok
jabatan fungsional; (4) Aula/Rapat; (5) Perpustakaan; (6) Data
dan System informasi; (7) Pameran, peraga dan promosi; (8) Kamar
mandi; (9) Dapur; (10) Gudang;
b.
Rumah
dinas;
c.
Sarana/prasarana
pendukung/lingkungan;
d.
Sumber
air bersih;
e.
Penerangan
(PLN/genset);
f.
Jalan
lingkungan;
g.
Pagar
halaman;
h.
Lahan
percontohan.
III. METODE EVALUASI
A.
Waktu dan
Tempat
Evaluasi
akan dilaksanakan selama tiga minggu, dimulai pada Minggu ke-III bulan Mei
sampai minggu ke-II bulan Juni 2013. Lokasi pelaksanaan evaluasi adalah Balai
Penyuluhan Pertanian Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah.
Lokasi ini dipilih karena Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Mungkid menjadi
lokasi pelaksanaan PKL II STPP Jurusan Peternakan Magelang.
B.
Populasi dan
Sampel
1. Populasi
Suharsimi Arikunto, 2002
(http://digilib.unila.ac.id) menyebutkan bahwa populasi penelitian adalah keseluruhan
subyek penelitian. Subyek penelitian ini
adalah sarana
prasarana yang digunakan dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian di wilayah BPPK Mungkid.
2. Sampel
Suharsimi Arikunto, 2002
(http://digilib.unila.ac.id) menyebutkan bahwa ”Sampel adalah sebagian atau
wakil dari populasi yang diteliti” masih menurut Arikunto ” (2001 ; 107)
”Apabila populasi kurang dari 100 sebaiknya diambil semua. Karena populasi
kurang dari 100, maka sampel dalam penelitian adalah seluruh sarana dan prasarana penyuluhan yang dimiliki BPPK Mungkid.
C. Variabel dan Definisi Operasional Variabel
1. Variabel
a.
Ketersediaan sarana prasarana penyuluhan
b.
Kondisi sarana prasarana penyuluhan
2. Definisi Operasional
Definisi
operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional dan berdasarkan
karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi
atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena, Notoatmojo,
2005 (http://digilib.unimus.ac.id).
a. Ketersediaan sarana prasarana penyuluhan
Ketersediaan
sarana dan prasarana penyuluhan adalah kesiapan jenis peralatan dan bangunan
fisik yang dimiliki dan digunakan untuk menyelenggarakan penyuluhan, sesuai
dimensi standar minimal sarana dan prasarana penyuluhan kecamatan, yang terdiri
dari :
1) Pusat informasi :
(a) Perlengkapan komputer + Modem + LAN (local areal
network); (b) Display; (c) Kamera digital;
(c) Handycam; (d) Telepon + Mesin fax.
2) Alat bantu penyuluhan :
(a) Overhead projector; (b) LCD projector;
(c) Sound system (wireless, megaphone, mic); (d) TV,
VCD/DVD, tape recorder; (e) Whiteboard/panelboard.
3) Peralatan administrasi :
(a) Komputer + printer + power supply;
(b) Mesin tik; (c) Kalkulator; (d) Brankas;
(e) Rak buku.
4) Alat Transportasi kendaraan
operasional roda dua; 4) Buku dan hasil publikasi;
5) Mebeulair : (f) Meja + kursi kerja;
(g) Meja + kursi rapat; (h) Meja + kursi pelatihan;
(i) Meja + kursi perpustakaan; (j) Meja + kursi makan;
(k) Rak buku perpustakaan; (l) Lemari buku + Arsip;
(m) Peralatan makan/minum; (n) Peralatan dapur. Kebutuhan
ruangan : (a) Pimpinan; (b) Administrasi/TU;
(c) Kelompok jabatan fungsional; (d) Aula/Rapat;
(e) Perpustakaan; (f) Data dan System informasi;
(g) Pameran, peraga dan promosi; (h) Kamar mandi;
(i) Dapur; (j) Gudang.
6) Rumah dinas;
7) Sarana/prasarana
pendukung/lingkungan;
8) Sumber air bersih;
9) Penerangan (PLN/genset);
10) Jalan lingkungan;
11) Pagar halaman;
12) Lahan percontohan.
Untuk mengukur
ketersediaan sarana prasarana penyuluhan dengan menggunakan format pengamatan
yang telah dibuat dengan memberikan tanda ceklis (√) pada sarana prasarana yang
tersedia. Hasil ukur
yang digunakan pada adalah “1” yang
berarti bahwa sarana prasarana tersebut “Tersedia”
jika “0” berarti bahwa sarana
prasarana tersebut “Tidak Tersedia” di BPPK Mungkid. Nilai Ketersediaan (NK)
adalah :
NK = Jumlah Komponen Sapras Tersedia/Jumlah Komponen Standar x 100%
b. Kondisi sarana prasarana penyuluhan
Kondisi
sarana prasarana penyuluhan adalah keadaan baik atau tidaknya peralatan dan bangunan fisik yang
dimilik dan digunakan untuk menyelenggarakan penyuluhan, sesuai dimensi standar
minimal sarana dan prasarana penyuluhan kecamatan, yang terdiri dari :
1) Pusat informasi :
(a) Perlengkapan komputer + Modem + LAN (local areal
network); (b) Display; (c) Kamera digital;
(c) Handycam; (d) Telepon + Mesin fax.
2) Alat bantu penyuluhan :
(a) Overhead projector; (b) LCD projector;
(c) Sound system (wireless, megaphone, mic); (d) TV,
VCD/DVD, tape recorder; (e) Whiteboard/panelboard.
3) Peralatan administrasi :
(a) Komputer + printer + power supply;
(b) Mesin tik; (c) Kalkulator; (d) Brankas;
(e) Rak buku.
4) Alat Transportasi kendaraan
operasional roda dua; 4) Buku dan hasil publikasi;
5) Mebeulair : (f) Meja + kursi kerja;
(g) Meja + kursi rapat; (h) Meja + kursi pelatihan;
(i) Meja + kursi perpustakaan; (j) Meja + kursi makan; (k) Rak
buku perpustakaan; (l) Lemari buku + Arsip; (m) Peralatan
makan/minum; (n) Peralatan dapur. Kebutuhan ruangan :
(a) Pimpinan; (b) Administrasi/TU;
(c) Kelompok jabatan fungsional; (d) Aula/Rapat;
(e) Perpustakaan; (f) Data dan System informasi;
(g) Pameran, peraga dan promosi; (h) Kamar mandi;
(i) Dapur; (j) Gudang.
6) Rumah dinas;
7) Sarana/prasarana
pendukung/lingkungan;
8) Sumber air bersih;
9) Penerangan (PLN/genset);
10) Jalan lingkungan;
11) Pagar halaman;
12) Lahan percontohan.
D.
Instrumen
Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah instrumen non tes, berupa lembar observasi
sistematis dimana sebelum dilakukan penelitian, observer sudah
mengatur sruktur yang berisi kategori atau kriteria, masalah yang akan diamati.
Lembar observasi bagian pertama digunakan untuk mengidentifikasi ketesediaan sarana dan prasarana (sapras). Pengukuran dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dan pengamatan langsung pada ketersediaan sapras dengan menggunakan format pengamatan yang telah dibuat dengan memberikan tanda ceklis (√) pada ketersediaan sarana prasarana.
Berdasarkan skor tertinggi adalah 1 maka untuk pertanyaan 1-52 nilai tertinggi yang akan diperoleh mengenai ketersediaan sapras adalah 52. Berdasarkan jumlah nilai dibuat klasifikasi ketersediaan sapras dalam tiga kategori :
Lembar observasi bagian pertama digunakan untuk mengidentifikasi ketesediaan sarana dan prasarana (sapras). Pengukuran dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dan pengamatan langsung pada ketersediaan sapras dengan menggunakan format pengamatan yang telah dibuat dengan memberikan tanda ceklis (√) pada ketersediaan sarana prasarana.
- Tersdia = Skor 1
- Tidak Tersedia = Skor 0
Berdasarkan skor tertinggi adalah 1 maka untuk pertanyaan 1-52 nilai tertinggi yang akan diperoleh mengenai ketersediaan sapras adalah 52. Berdasarkan jumlah nilai dibuat klasifikasi ketersediaan sapras dalam tiga kategori :
- Tinggi : > 65% dari 52 sub komponen atau nilai skor > 34
- Sedang : 33-65% dari 52 sub komponen atau nilai skor 17-34
- Rendah : < 33% dari 52 sub komponen atau nilai skor < 17
- Baik : Skor 3
- Rusak Ringan : Skor 2 (kondisi kerusakan ≤ 15%)
- Rusak Menengah : Skor 1(kondisi kerusakan 15 s.d. 50%)
- Rusak Berat : Skor 0 (kondisi kerusakan ≥ 50%)
- Tinggi : > 65% dari 52 sub komponen atau nilai skor > 34
- Sedang : 33-65% dari 52 sub komponen atau nilai skor 17-34
- Rendah : < 33% dari 52 sub komponen atau nilai skor < 17
E.
Cara
Pengumpulan Data
1. Jenis data
Data
yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Nursalam, 2003 (http://digilib.unimus.ac.id) data primer adalah data
yang diperoleh langsung dari hasil wawancara dan hasil penyebaran kuesioner
pada responden sampel penelitian, sedangkan data sekunder adalah data yang
diperoleh dari catatan di ruangan sebagai area penelitian.
a.
Data primer
: merupakan data
yang diperoleh langsung dari pengamatan
sarana prasarana dan wawancara terhadap responden (Koordinator BPPK Mungkid)
menggunakan instrumen yang telah disiapkan.
b.
Data sekunder
: merupakan data
yang diperoleh dari laporan tertulis tentang sarana dan prasarana yang ada, pada
bagian administrasi BPPK Mungkid.
2. Tahapan pengumpulan data
Pengumpulan data akan dilakukan
melalui tahapan sebagai berikut:
1.
Setelah mendapat proposal evaluasi disetujui dan
mendapatkan ijin dari Koordinator BPPK Mungkid peneliti akan melakukan
observasi terhadap ketersediaaan sarana dan prasarana apa saja yang dimiliki
oleh BPPK Mungkid sesuai dimensi standar minimal.
2.
Meminta data yang diperlukan pada bagian administrasi
BPPK Mungkid terkait informasi mengenai sarana prasarana penyuluhan.
F.
Pengolahan
dan Analisis Data
1. Pengolahan data
Tahap
pengolahan data yang akan dilakukan adalah :
a.
Editing
adalah langkah yang dilakukan untuk memeriksa kelengkapan maupun kesalahan
jawaban pada lembar observasi;
b.
Koding
dilakukan untuk memudahkan dalam proses pengolahan data;
c.
Tabulasi
untuk
mengelompokkan data kedalam suatu data tertentu menurut sifat yang sesuai
dengan tujuan penelitian;
d.
Penyajian
data,
dilakukan dengan menggunakan tabel dan narasi.
2. Analisis data
Dalam
menganalisis data penelitian ini akan digunakan metode deskriptif kuantitatif.
Tingkat ketersediaan adalah perbandingan antara jumlah komponen sarana
prasarana yang tersedia dan jumlah komponen standar minimal, kondisi sarana
prasarana adalah perbandingan antara jumlah komponen dalam kondisi baik, rusak
ringan, rusak menengah, rusak berat dengan jumlah komponen standar minimal.
Tingkat kesesuaian adalah perbandingan antara jumlah komponen sarana prasarana
sesuai standar dengan jumlah komponen standar minimal.
Untuk
menjawab sejauh mana pemenuhan standar minimal sarana dan prasarana penyuluhan
di BPPK Mungkid sesuai standar minimal sarana dan prasarana
penyuluhan kecamatan (Permentan Nomor 51 Tahun 2009), adalah
dengan menilai tingkat pemenuhan. Tingkat pemenuhan standar minimal sarana dan
prasarana penyuluhan adalah hasil perbandingan antara nilai kesesuaian dengan
standar dan jumlah komponen. maka rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
TPSP (%) =
Xi/Yi x 100%
Dimana :
TPSP : Tingkat ketersediaan
Xi : Jumlah komponen sarana prasarana yang sesuai
standar minimal
Yi : Jumlah komponen standar minimal
Berdasarkan jumlah nilai dibuat klasifikasi ketersediaan sapras dalam tiga kategori :
- Tinggi : > 65% dari 52 sub komponen atau nilai skor > 34
- Sedang : 33-65% dari 52 sub komponen atau nilai skor 17-34
- Rendah : < 33% dari 52 sub komponen atau nilai skor < 17
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, 2007. Evaluasi, http://repository.usu.ac.id,
diakses pada tanggal 12 Mei 2013.
Arikunto, 2002a. Tujuan Evaluasi,
http://digilib.unila.ac.id, diakses pada
tanggal 11 Mei 2013.
Arikunto, 2009b. Evaluasi,
http://repository.usu.ac.id, diakses pada
tanggal 12 Mei 2013.
Crawford, 2000. Tujuan dan Fungsi Evaluasi,
http://repository.usu.ac.id, diakses pada
tanggal 12 Mei 2013.
Djaali dan Pudji, 2008. Evaluasi, http://repository.usu.ac.id,
diakses pada tanggal 12 Mei
2013.
Echols dan Shadily, 2000. Evaluasi,
http://repository.usu.ac.id, diakses pada
tanggal 12 Mei 2013.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2013.
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi, diakses pada
tanggal 12 Mei 2013.
Margono Slamet, 2001. Sejarah dan Kebijakan
Penyuluhan Pertanian, http://repository.ipb.ac.id,
diakses pada tanggal 12 Mei 2013.
Moenir, 2012. Fungsi Sarana dan
Prasarana, http://id.shvoong.com, diakses pada
tanggal 12 Mei 2013.
Nursalam, 2003. Data Primer dan Data Skunder,
http://digilib.unimus.ac.id, diakses pada
tanggal 12 Mei 2013.
Notoatmojo, 2005. Definisi Operasional,
http://digilib.unimus.ac.id, diakses pada tanggal
12 Mei 2013.
Peraturan Mentri Pertanian Nomor :
51/Permentan/OT.140/12/2009, Tentang Pedoman Standar Minimal Dan Pemanfaatan Sarana Dan Prasarana
Penyuluhan Pertanian.
Suharsimi Arikunto, 2002. Populasi dan Sampel
Penelitian, http://digilib.unila.ac.id,
diakses pada tanggal 12 Mei
2013.
Soedijanto, 1996. Evaluasi Penyuluhan, dalam Modul Diklat
Penyuluh Pertanian Kementrian Pertanian.
Yunanda , 2009. Evaluasi, http://repository.usu.ac.id,
diakses pada tanggal 12 Mei
2013.
** Untuk Instrumen akan di unggah menyusul